Hubungan diplomasi antara Indonesia dan Jepang telah mencapai usia 60 tahun. Memperjelas, bagaimana hubungan diplomasi antara kedua Negara ini telah mencapai usia yang cukup dewasa. Namun, usia yang cukup dewasa ini, bisa dikatakan Indonesia belum mampu mendudukkan secara setara, baik dari segi kedisiplinan, teknologi, hingga ekonomi.
Sebagai Kampus yang memiliki ciri kerjasama dalam peningkatan pendidikan, Universitas Budi Luhur (UBL) menggandeng Negara Jepang dan Belanda. Hubungan kedua Negara ini yang memberi warna kepada kampus UBL, dalam menjalankan setiap kebijakannya demi meningkatkan Sumber Daya Manusia melalui mahasiswa dengan berkaca kepada kedua Negara tersebut.
“Setelah tiga tahun menginisiatif (kerjasama dengan Jepang) yang direalisasikan awalnya menyelenggarakan seminar, akhirnya ini menjadi gongnya (tanda) walaupun sebelumnya telah ada perwakilan dubes yang datang. Ini kesempatan emas beliau datang ke sini, minimum berkenalan dan lebih dekat,” ujar Ketua Yayasan Budi Luhur Cakti, Kasih Hanggoro MBA, di sela-sela Kuliah Umum Hubungan Internasional UBL, (26/4/18).
Terkait mempersiapkan tenaga professional, Kasih, menjelaskan ketertarikkannya untuk mempersiapkan tenaga Information and Technology (IT). Belajar dari permasalahan Negara Jepang yang baru-baru ini bermasalah dengan system IT. Dirinya melihat bagaimana Jepang sebagai Negara maju di bidang teknologi, ternyata memiliki kekurangan tenaga IT.
“Kita Budi Luhur yang sudah berusia 39 tahun di bidang IT, itu yang kita ingin penuhi (pengadaan tenaga profesional). Sehingga, kita bisa penuhi tenaga kerja yang profesional, ahli di bidang IT ke Jepang,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Promosi dan Kerjasama, Duta Besar Sunten Z. Manurung, mengungkapkan upaya UBL dengan melakukan kerjasama dengan Universitas di Jepang, ingin membuat dunia pendidikan di tanah air melek untuk belajar dari yang maju.
“UBL bisa mencoba mengidentifikasi ataupun mencari penyebab dan mendukung mahasiswa-mahasiswa untuk kuliah ke Jepang dan mau belajar dengan kerjasama melalui wadah yang ada,” ungkapnya.
Senada dengan Dubes Sunten, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Fahlesa Munabari, mengatakan Pekerjaan Rumahnya ada di warga Negara Indonesia, mungkin kurang minat untuk belajar ke Negara Jepang, sehingga kalah dengan yang lain karena banyak sekali beasiswa dari pemerintah Jepang.
“Kalau semakin besar kuotanya kita yang mendaftar, tentu otomatis secara umum akan lebih tinggi. Kalau kita mau ambil kesempatan, kita bisa ambil kesempatan itu. Karena, jika banyak yang mendaftar akan semakin banyak mahasiswa yang berkesempatan dapat ke sana (belajar ke Jepang),” terangnya.
Menjawab apa yang menjadi kelebihan pendidikan di Jepang, Dubes Sunten, menjelaskan bicara jujur teknologi Jepang lebih maju. Kedisiplinan, kejujuran di dalam berbisnis dan inovasi.
“Kalau kita sudah pernah ke Jepang, kita akan bisa menilai dan membandingkan teknologi yang ada di Jepang dengan Negara lain,” tuturnya.
“Kalau sudah ke Jepang dan melihat teknologi Jepang dan membandingkan dengan teknologi di Negara lain, kita akan menilai teknologi di Negara itu (selain Jepang) sudah biasa. Jepang betul-betul menjadi magnet bagaimana mahasiswa kita akan didemonstrasikan teknologi tingkat tinggi yang di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, yang bahkan di Amerika tidak ada,” tandas Fahlesa.