Jakarta, 9 Mei 2019. Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (HIMAHI) Universitas Budi Luhur menyelenggarakan Talkshow bertemakan “Quo Vadis (mau dibawa kemana arah) Pembangunan Kota Berkelanjutan?” yang berlokasikan di Cafe Doktorandus Koffie.
Talkshow tersebut diselenggarakan dengan tujuan menggali informasi terkait tantangan dan arah pembangunan DKI Jakarta di masa mendatang dalam menjadi kota yang lebih berkelanjutan. Talkshow yang dihadiri oleh peserta dari berbagai SMA dan SMK di Jakarta dan Tangerang, serta mahasiswa dan akademisi Universitas budi Luhur tersebut diisi oleh 2 pembicara utama dan moderator yaitu Oswar Mungkasa selaku Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup (TRLH) dan Dr. Yusran M.Si selaku Dosen Prodi Hubungan Internasional sekaligus ketua Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) dan Elistania, M.Si selaku moderator dari talkshow sekaligus Kaprodi Hubungan Internasional. Turut hadir Rektor serta Deputi Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Budi Luhur.
Hal pertama yang dibahas dalam talkshow adalah pengertian kota dan tata kota. Disampaikan oleh Deputi TRLH bahwa tidak ada standar khusus dalam menentukan status suatu kawasan sebagai kota, namun pada umumnya kawasan yang memiliki kepadatan penduduk minimal 120 orang/hektar dapat dikatakan sebagai kawasan kota. Sementara itu, tata kota adalah upaya dalam mengelola sumberdaya di kota dengan sebaik mungkin.
Talkshow dilanjutkan dengan pembahasan mengenai proses pengambilan keputusan dalam pembangunan DKI Jakarta. Deputi TRLH menjelaskan bahwa proses pengambilan keputusan pembangunan dilakukan melalui Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah (Musrenbangda) yang dilakukan setiap tahunnya dan melibatkan partisipasi masyarakat. Di DKI Jakarta, masyarakat dapat memberikan usulan pembangunan melalui aplikasi online e-musrenbang maupun melalui musyawarah luring (offline) di RT/RW/Kelurahan setempat. Namun diakui, bahwa pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan pembangunan belum optimal dan memerlukan perbaikan.
Dibahas juga dalam diskusi tersebut isu-isu perkotaan yang dihadapi Jakarta seperti (i) penurunan permukaan tanah dan peningkatan permukaan air laut; (ii) keterbatasan air bersih dan belum optimalnya sistem pengelolaan sampah dan limbah; (iii) polusi udara; (iv) belum optimalnya sistem transportasi; dan lainnya. Penanganan isu-isu di Jakarta tersebut dihadapkan pada dua tantangan utama, yaitu working in silo dan fragmented governance. Working in Silo adalah kondisi dimana tidak terjadi koordinasi antarlembaga pemerintah di DKI Jakarta, sedangkan fragmented governance adalah kondisi dimana pembangunan di DKI Jakarta belum sepenuhnya didukung oleh pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) sekitarnya.
Sebagai upaya dalam menangani kedua tantangan tersebut, DKI Jakarta sedang menginisiasi gerakan menuju Kota 4.0, yaitu kondisi dimana pemerintah berperan sebagai kolaborator dan masyarakat sebagai co-creator. Pembangunan dengan pendekatan kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan (Pemerintah dan non-pemerintah) mulai dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta. Salah satu contoh kegiatannya adalah penyusunan berbagai Desain Besar untuk isu-isu pembangunan di Jakarta, seperti isu keterbatasan air bersih, polusi udara, dan lainnya. Menanggapi hal tersebut, Deputi Rektor Universitas Budi Luhur berpesan agar pemerintah juga menyiapkan langkah dalam mengendalikan masyarakat/pemangku kepantingan yang berperan sebagai co-creator. Hal ini didasari oleh pengalaman evolusi website yang pada mulanya (web 1.0) konten diisi oleh pembuat web, dan saat ini (web 2.0) konten diisi oleh publik yang berdampak pada penyalahgunaan seperti penyebaran hoax.
Dalam sesi tanya jawab, isu transportasi dan permukiman kumuh di Jakarta menjadi bahan perbincangan. terkait isu transportasi, bapak Yusron menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh terhadap sikap konsumtif masyarakat, utamanya dalam memiliki kendaraan bermotor. Hal ini tidak didukung juga dengan adanya kerjasama bisnis antara indonesia dengan produsen mobil di luar negeri yang memudahkan kepemilikan kendaraan bermotor. Deputi TRLH menambahkan bahwa DKI Jakarta sedang berupaya menerapkan konsep compact city, yaitu kota yang kompak, melalui pengembangan Transit Oriented Development (TOD). Namun demikian, hal tersebut tidak akan cukup bila tidak didukung dengan perubahan sikap oleh masyarakat, contohnya dengan menggunakan transportasi umum.
Dalam hal permukiman kumuh, dijelaskan oleh Deputi TRLH bahwa penanganan permukiman kumuh bukan hanya menyangkut revitalisasi fisik kawasan, namun juga menyangkut isu sosial-ekonomi manusianya. DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya dalam penanganan permukiman kumuh, seperti merelokasi masyarakat ke hunian yang lebih layak (rusunawa), peningkatan kualitas kampung, dan lainnya. Akan tetapi, upaya tersebut dihadapkan pada tingginya laju urbanisasi yang menyumbang berkembanganya kawasan kumuh di DKI Jakarta. Oleh sebab itu, salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah bekerjasama dengan daerah pengirim migran untuk mengurangi laju urbanisasi ke DKI Jakarta. Selain itu, DKI Jakarta saat ini sedang menyusun “Desain Besar Kawasan Kumuh” yang diharapkan dapat membantu mempercepat upaya penanganan kawasan kumuh.
Untuk mewujudkan Jakarta menjadi kota yang lebih berkelanjutan, terdapat 4 prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam pembangunan kota, yaitu: (i) inklusif; (ii) berorientasi pada manusia (human oriented); (iii) tertib aturan; dan (iv) berketahanan (resillient). Namun, hal terpenting yang dibutuhkan adalah upaya bersama (collective action) terutama dari kalangan muda. Bapak Yusron menyampaikan bahwa hal tersebut dapat dimulai dari hal yang sangat sederhadana seperti mengurangi penggunaan plastik dan membuang sampah pada tempatnya, tidak lagi di sungai atau saluran air. Deputi TRLH menyampaikan bahwa masa depan pembangunan ada ditangan pemuda. Kota berkelanjutan adalah kota yang didukung oleh sikap pemudanya.